Proses pengujian software umumnya berlangsung lama dan sulit. Jika mengalami hal serupa, kamu wajib mencoba continuous testing. Jenis pengujian yang satu ini disebut-sebut lebih sederhana dan efisien. Prosesnya memang berbeda dengan software testing biasa. Benarkah demikian?
Apa Itu Continuous Testing?
Sebelum diluncurkan ke publik, sebuah software perlu diuji terlebih dahulu. Perusahaan harus memastikan bahwa setiap bagian dalam software tersebut bisa berfungsi dengan baik. Biasanya, software yang telah dibuat oleh developer diberikan ke tim quality assurance (QA). Kemudian, mereka bertugas untuk menguji coba software tersebut.
Apabila ada masalah atau bug, software dikembalikan ke developer untuk diperbaiki. Proses tersebut bisa terjadi berkali-kali hingga software dinyatakan siap diluncurkan. Namun, menurut Katalon, proses tersebut berisiko dan memakan banyak waktu. Kemudian, hadirlah jenis pengujian software yang baru yaitu continuous testing.
Menurut Guru99, continuous testing adalah jenis pengujian software yang dilakukan pada setiap tahapan software development life cycle (SDLC). SDLC sendiri adalah siklus hidup pengembangan sebuah sistem. Pada jenis pengujian ini, software jadi lebih sering diuji. Jadi, QA tidak perlu menunggu software selesai dibuat untuk dapat mengujinya. Setiap menemukan masalah pada software, developer bisa segera memperbaikinya. Dengan pengujian ini, pengecekan kualitas software jadi lebih efisien dan efektif.
Kelebihan dari Continuous Testing
Sejatinya, ada berbagai jenis pengujian software yang bisa kamu gunakan. Lantas, mengapa kamu perlu memilih continuous testing? Dirangkum dari IBM dan Katalon, berbagai manfaat atau kelebihan jenis pengujian software ini adalah sebagai berikut.
1. Lebih efisien dan berkualitas
Kelebihan utama dari continuous testing adalah lebih efisien daripada pengujian lainnya. Pasalnya, jenis pengujian yang satu ini dapat dilakukan secara otomatis. Adapun developer bisa segera mendapat feedback tentang software garapannya.
Tak berhenti sampai situ, kualitas software yang dihasilkan pun akan lebih baik. Hal ini bisa terjadi karena proses pengembangan software selalu diiringi dengan berbagai masukan.
2. Cepat menemukan dan memperbaiki masalah
Continuous testing juga bisa menemukan berbagai masalah yang terjadi. Bahkan, penemuan itu sudah dilakukan sejak tahap awal pengembangan software. Dengan demikian, developer bisa segera memperbaiki masalah tersebut.
Hal ini berbeda dengan jenis pengujian lainnya. Biasanya, divisi QA harus menunggu software jadi terlebih dahulu baru bisa menemukan kesalahannya.
3. Mengurangi berbagai risiko
Melanjutkan dari poin sebelumnya, perusahaan juga bisa segera menemukan kesalahan-kesalahan pada software. Dengan begitu, continuous testing berperan dalam mengurangi berbagai risiko kesalahan. Ketika software diluncurkan, jumlah kesalahan pun akan sangat minim.
4. Meningkatkan user experience
Siapa sangka, continuous testing juga bisa meningkatkan user experience, lho! Pada dasarnya, jenis testing yang satu ini bisa memunculkan berbagai gambaran penggunaan software. Jadi, dalam prosesnya, developer bisa mengetahui pengalaman pengguna ketika menggunakan software mereka. Perusahaan bisa langsung mengetahui bagian apa saja yang perlu diperbaiki. Dengan demikian, pengalaman pengguna pun menjadi amat baik ketika software sudah diluncurkan.
5. Software bisa cepat diluncurkan
Alasan lain dari penerapan continuous testing adalah mempercepat proses peluncuran software. Seperti yang telah dijelaskan, pengujian ini terbilang lebih efisien daripada jenis-jenis lainnya. Jadi, software pun bisa segera sampai di tangan pengguna.
Tools untuk Continuous Testing
Continuous testing dapat dilakukan secara otomatis. Pasalnya, ada banyak tools yang bisa kamu gunakan untuk menjalani pengujian ini. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
- Katalon Studio
- Selenium
- QuerySurge
- Travis CI
- Jenkins
Komentar
Posting Komentar